Indonesia Sulit Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Primer

UU no 40/2004 tentang SJSN secara tegas menetapkan prinsip kesetaraan (equity) dan prinsip asuransi sosial sebagai landasan pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional. Prinsip kesetaraan merujuk pada keleluasaan akses pelayanan kesehatan bagi peserta sedangkan prinsip efisiensi mengamanahkan operasionalisasi program yang berbasis pada kaidah asuransi sosial. Hal ini sangat diperlukan untuk mewujudkan cakupan semesta (UHC) dimana peserta dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai kebutuhan dan terbebas dari beban finansial.

UU no 40/2004 tentang SJSN secara tegas menetapkan prinsip kesetaraan (equity) dan prinsip asuransi sosial sebagai landasan pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional. Prinsip kesetaraan merujuk pada keleluasaan akses pelayanan kesehatan bagi peserta sedangkan prinsip efisiensi mengamanahkan operasionalisasi program yang berbasis pada kaidah asuransi sosial. Hal ini sangat diperlukan untuk mewujudkan cakupan semesta (UHC) dimana peserta dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai kebutuhan dan terbebas dari beban finansial.

Oleh karena itu penguatan kualitas Pelayanan Kesehatan Primer sudah sepatutnya menjadi fokus utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang akan berdampak pada efektifitas dan efisiensi pelaksanaan JKN.

Pelayanan Kesehatan Primer (Primary Care) adalah Pelayanan Kesehatan terintegrasi dan mudah diakses yang dikelola oleh klinisi yang bertanggung jawab melaksanakan upaya kesehatan perorangan, mengembangkan hubungan berkelanjutan dengan pasien dan menjalankan prakteknya dalam lingkup keluarga dan komunitas. Selain itu, menurut Dr. Barbara Starfield, Pelayanan Kesehatan Primer memiliki karakteristik pokok yang dikenal sebagai 4 Pilar Pelayanan Kesehatan Primer.

Pelayanan Kesehatan Primer (Primary Care) adalah Pelayanan Kesehatan terintegrasi dan mudah diakses yang dikelola oleh klinisi yang bertanggung jawab melaksanakan upaya kesehatan perorangan, mengembangkan hubungan berkelanjutan dengan pasien dan menjalankan prakteknya dalam lingkup keluarga dan komunitas. Selain itu, menurut Dr. Barbara Starfield, Pelayanan Kesehatan Primer memiliki karakteristik pokok yang dikenal sebagai 4 Pilar Pelayanan Kesehatan Primer yakni Comprehensive Care (Pelayanan kesehatan yang bersifat komprehensif), First Contact (Kontak Pertama), Coordination Of Care (Koordinasi pelayanan) dan Continuity Of Care (Pelayanan yang berkesinambungan).

Dalam Deklarasi Astana 2018 juga menekankan upaya peningkatan infrastruktur dan kapasitas untuk mewujudkan pelayanan kesehatan primer yang berkualitas. Pelayanan kesehatan primer bukanlah jenis pelayanan spesialistik atau suatu disiplin ilmu kedokteran namun ia adalah pelayanan kesehatan bersifat generalis yang dapat diakses oleh semua kelompok masyarakat. Penguatan kualitas Pelayanan Kesehatan Primer dilakukan dengan memastikan terwujudnya karakter pokok yang dimilikinya melalui pembenahan terutama pada dimensi struktur (input) dan proses

Secara umum Indonesia belum memiliki tata kelola yang komprehensif dalam setiap aspek yang termasuk dalam mata rantai penting yang diperlukan untuk menentukan kualitas pelayanan kesehatan primer. Oleh sebab itu, menjadi sebuah keharusan dan kebutuhan untuk dilakukan pembenahan secara bertahap dan berkesinambungan yang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh stakeholder terkait. Hal ini dapat dimulai dari adanya kesepakatan tentang definisi dan kedudukan pelayanan kesehatan primer merujuk pada keterkaitannya dengan JKN sebagai sistem pembiayaan kesehatan yang bersifat perorangan.

Merujuk pada ketentuan yang berlaku di Indonesia, nomenklatur pelayanan kesehatan primer tidak pernah digunakan secara eksplisit. Pelayanan kesehatan primer pada umumnya ditampilkan berdasarkan posisinya sebagai tingkat layanan, penjabaran dari fungsi yang dilaksanakan, serta identifikasi kewenangan dari pemberi layanan. Kondisi ini dapat dilihat pada deskripsi berbagai regulasi. Pertama, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan pelayanan primer sebagai pelayanan kesehatan tingkat pertama di mana pelayanan tersebut diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Kedua, Perpres No. 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional yang menyatakan pelayanan kesehatan perorangan primer sebagai pelayanan kesehatan di mana terjadi kontak pertama secara perorangan sebagai proses awal pelayanan kesehatan.

Masih merujuk pada Perpres No. 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional, pelayanan kesehatan perorangan primer memberikan penekanan pada pelayanan pengobatan, pemulihan tanpa mengabaikan upaya peningkatan dan pencegahan, termasuk di dalamnya pelayanan kebugaran dan gaya hidup sehat (healthy life style). Pelayanan kesehatan perorangan primer diselenggarakan oleh tenaga kesehatan yang dibutuhkan dan mempunyai kompetensi seperti yang ditetapkan sesuai ketentuan berlaku serta dapat dilaksanakan di rumah, tempat kerja, maupun fasilitas pelayanan kesehatan perorangan primer, baik Puskesmas dan jejaringnya, maupun fasilitas pelayanan kesehatan lainnya milik pemerintah, masyarakat, maupun swasta. Dilaksanakan dengan dukungan pelayanan kesehatan perorangan sekunder dalam sistem rujukan yang timbal balik. Pelayanan kesehatan perorangan primer diselenggarakan berdasarkan kebijakan pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan masukan dari pemerintah daerah, organisasi profesi, dan/atau masyarakat.

Ketiga, Permenkes No. 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perseorangan yang mendefinisikan pelayanan primer sebagai pelayanan kesehatan tingkat pertama sebagai: (a) pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi di Puskesmas, puskesmas perawatan, tempat praktik perorangan, klinik pratama, klinik umum di balai/lembaga pelayanan kesehatan, dan rumah sakit pratama (Pasal 2), (b) dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 2), serta (c) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama (pasal 4).

Keempat, Perpres No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, Perpres No. 111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, Perpres No. 111 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, Perpres No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan, serta Perpres No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang mendefinisikan pelayanan primer sebagai pelayanan kesehatan tingkat pertama sebagai pelayanan kesehatan non-spesialistik.

Disisi lain, Permenkes no 001/2012 serta peraturan lainnya cenderung berorientasi pada pendefinisian Pelayanan Kesehatan Primer berdasarkan tiga kategori yakni sifat layanan, pemberi layanan serta tempat pelayanan. Kondisi ini pada prinsipnya menimbulkan ambiguitas yang dapat berdampak pada upaya untuk mengoptimalkan kualitas Pelayanan Kesehatan Primer. Penyebutan Pelayanan Kesehatan Primer sebagai Pelayanan Tingkat Pertama cenderung mempersempit definisi Pelayanan Kesehatan Primer dimana lebih terkonotasi sebagai pelayanan yang paling sederhana/mendasar yang kurang berkualitas dibandingkan pelayanan spesialistik. Selain itu, penyebutan tersebut tidak mencitrakan/menampilkan makna “primer” serta kedudukannya sebagai pelayanan yang utama dalam sistem kesehatan.

kondisi pelayanan kesehatan primer di Indonesia secara umum belum memiliki tata kelola yang komprehensif dalam setiap aspek yang termasuk dalam mata rantai penentu kualitas Pelayanan Kesehatan Primer. Perlu dilakukan pembenahan secara bertahap yang dilakukan bersama oleh seluruh pemangku kepentingan terkait. Hal ini seyogianya dimulai dari adanya kesepakatan tentang definisi dan kedudukan Pelayanan Kesehatan Primer dilihat dari keterkaitannya dengan JKN sebagai sistem pembiayaan kesehatan yang bersifat perorangan.

Dalam prakteknya, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan tingkat pertama tersebut tidak hanya terbatas pada penguatan peran sebagai gatekeeper, peningkatan fungsi sebagai pembeli stratejik maupun peningkatan aktivitas promotif dan preventif. Pembenahan harus dilakukan secara menyeluruh pada seluruh aspek yang diperlukan untuk menciptakan pelayanan yang berkualitas. Kualitas layanan pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan suatu keniscayaan sebagaimana disampaikan dalam Deklarasi Astana 2018..

Share this